Pendirian
Observatorium Bosscha di
Lembang
pada dekade 1920an dapat dilihat dalam konteks merembesnya ilmu
pengetahuan modern keluar dari Eropa dan pelaksanaan riset ilmu alam
dalam situasi kolonial. Kolonialisme, bagaimanapun, adalah hubungan yang
tak setara tidak hanya antara para kolonis dengan penduduk asli, namun
juga antara negara induk—
negara metropolitan—dengan koloni (dalam konteks ini,
Hindia Belanda).
Ketidaksetaraan ini juga timbul dalam pelaksanaan penelitian ilmu alam,
di mana penelitian di koloni didikte oleh institut-institut
metropolitan berdasarkan ambisi dan kepentingan mereka. Penelitian
astronomi di koloni, misalnya, dilakukan untuk keperluan pemetaan dan
pencatatan waktu. Penelitian ilmu alam yang bertujuan untuk
berkontribusi pada badan ilmu pengetahuan, tidaklah banyak dan kalaupun
ada merupakan program yang ditetapkan oleh institut metropolitan di
Negeri Belanda.

J.A.C.
Oudemans (berpakaian putih, duduk memegang tongkat) berfoto dengan
rombongannya dalam ekspedisi pemetaan Pulau Jawa. Sumber: Pyenson, 1989.

Foto Frederik Kaiser, astronom terbaik Leiden di jamannya dan juga pembimbing thesis Oudemans. Sumber: Observatorium Leiden.
Salah satu astronom yang relatif sukses dalam menyeimbangkan dua kepentingan ini adalah
Jean Oudemans.
Pada tahun 1843, dalam usia 16, ia mendaftar sebagai mahasiswa
Universitas Leiden dan kemudian menjadi murid astronom ternama Leiden,
Frederik Kaiser.
Di bawah bimbingan Kaiser, pada tahun 1852 ia menyelesaikan disertasi
doktoralnya mengenai penentuan garis bujur Leiden. Pada tahun 1857, atas
perintah Kaiser dan sponsor dari Kerajaan Belanda sendiri, Oudemans
berangkat ke Hindia Belanda untuk melakukan pemetaan. Selama 18 tahun
berikutnya ia melakukan pemetaan pulau Jawa yang kemudian diterbitkan
dalam enam volume. Namun demikian, di sela-sela aktivitasnya sebagai
kartografer, ia masih dapat melakukan aktivitas penelitian ilmu murni
dengan mengamati okultasi bintang dan mengkoordinasikan
pengamatan gerhana. Sekembalinya dari Hindia Belanda Oudemans menjadi direktur
Observatorium Utrecht,
namun pemerintah kolonial memintanya untuk kembali ke Hindia Belanda
dan memetakan pulau-pulau di luar Jawa. Oudemans berhasil mendapatkan
komitmen dari pemerintah Belanda untuk membiayai penelitian astronomi di
Utrecht, namun ia harus mencurahkan perhatian dan keahliannya kepada
keperluan praktis seperti pemetaan.
Memasuki dekade kedua di abad ke dua puluh, penelitian astronomi di
Eropa dan Amerika mulai memasuki babak baru. Pada waktu itu mulai
disadari bahwa Matahari dan bintang-bintang lain terikat satu sama lain
secara gravitasi membentuk sistem bintang yang dinamakan Galaksi.
Keinginan untuk memahami lebih baik struktur sistem bintang ini
mendorong pembangunan teleskop-teleskop besar di Bumi belahan selatan.
Pada awal abad ke-20, teleskop-teleskop terbesar terletak di belahan
utara Bumi: di Eropa atau di Amerika Utara. Ini membuat program-program
pengamatan terkonsentrasi pada belahan langit bagian utara, membuat
langit belahan selatan praktis adalah
“terra incognita” atau
daerah tak dikenal. Kebutuhan untuk mengumpulkan data secara lebih
lengkap juga didorong oleh munculnya pembagian kerja dalam pelaksanaan
penelitian ilmiah: Munculnya ahli teori dan pengamat. Untuk
memformulasikan teori-teori mereka, ahli-ahli teori metropolitan
membutuhkan data secara lebih menyeluruh, lebih dari yang bisa
dikumpulkan oleh teleskop-teleskop di utara.
Kekuatan-kekuatan kolonial di Eropa mulai membangun stasiun
pengamatan di selatan: Inggris membangun observatorium di Afrika
Selatan, Perancis membangun di Madagascar, Jerman membangun di Argentina
dan Samoa, dan donor-donor swasta di Amerika Serikat pun membiayai
pembangunan observatorium di Amerika Selatan. Hanya Negeri Belanda,
sebagai salah satu kekuatan kolonial, yang tidak memiliki stasiun
pengamatan baik di metropolitan maupun di koloni mereka di Hindia
Belanda. Situasi ini tidak lepas dari kondisi geografis di Belanda:
Negeri Belanda sering hujan dan berkabut, sebagian besar daratannya
lebih rendah dari permukaan laut, dan tidak banyak memiliki bukit-bukit.
Hal ini mendorong astronom-astronom Belanda untuk mencari kolaborasi
internasional dan bekerja sama dengan astronom dari negara-negara yang
mengendalikan teleskop-teleskop besar.

Willem de Sitter, direktur Observatorium Leiden 1919--1934. Sumber: Wikipedia.

Lukisan
Jacobus Kapteyn, pendiri ``laboratorium'' astronomi Groningen, dilukis
oleh Jan Veth. Di latar belakang terlihat foto astronom David Gill.
Sumber: Institut Kapteyn, Groningen.
Dengan cara ini,
astronom-astronom di Negeri Belanda memperoleh reputasi internasional
baik sebagai pengamat maupun ahli teori. Direktur
Observatorium Leiden,
Willem de Sitter, bekerja di
Observatorium Semenanjung di Afrika Selatan dan kemudian terkenal dengan penelitiannya mengenai
hakikat alam semesta.
Jacobus Cornelius Kapteyn, pendiri
“laboratorium” astronomi di Groningen, telah meneliti gerak dan distribusi bintang di Galaksi kita melalui penelaahan ribuan plat foto yang diambil oleh astronom
David Gill
di Observatorium Semenanjung Afrika Selatan. Kapteyn menyadari bahwa
kurangnya pengamatan langit selatan berakibat pada kurangnya data dan
pemahaman mengenai keseluruhan distribusi bintang di Galaksi. Gayung
bersambut, kepentingan astronom metropolitan untuk membangun stasiun
pengamatan di koloni muncul bersamaan dengan antusiasme
insinyur-astronom Joan Voûte untuk mendirikan observatorium di Hindia
Belanda.
Lahir pada tahun 1879 di
Madiun, Joan George Erardus Gijsbert Voûte berasal dari keluarga kolonis Belanda. Nenek moyang Voûte adalah kaum
Huguenot Perancis yang mengungsi ke Belanda setelah Raja Perancis
Louis XIV mencabut
Edik Nantes
pada tahun 1685. Mengikuti tradisi kolonis Belanda, orang tua Voûte
mengirim ia dan saudara-saudaranya ke Negeri Belanda untuk sekolah. Pada
tahun 1908, setelah menyelesaikan studi teknik sipil di
Institut Teknologi Delft, ia bekerja di Observatorium Leiden. Selama menjadi mahasiswa teknik sipil di Delft, Voûte tertarik untuk mengamati
bintang variabel
dan memutuskan untuk menjadi astronom. Voûte tinggal di Leiden selama
lima tahun, bekerja tanpa bayaran selama dua tahun pertama dan kemudian
menjadi asisten pengamat. Spesialisasinya adalah
bintang ganda
dan publikasi pertamanya keluar pada tahun yang sama. Tanpa gelar
doktor, Voûte menyadari bahwa akan sulit untuk bisa memimpin penelitian
astronomi di Negeri Belanda. Pandangannya mengarah keluar, dan ia
melihat bahwa penelitian astronomi terhambat karena kurangnya jumlah
observatorium dan pengamat di langit selatan. Voûte ingin mengamati
langit selatan, dan berkat bantuan Kapteyn ia berhasil mendapatkan
posisi di Observatorium Semenanjung dan bekerja mengamati bintang ganda
dan mengukur paralaks bintang.
Di Afrika Selatan, Voûte berusaha untuk memperoleh posisi tetap di
universitas setempat,
namun Voûte mengeluhkan ketidakpedulian pemerintah setempat pada
proposalnya. Ia mulai memikirkan untuk kembali ke Hindia Belanda dan
meneliti di sana. Pada tahun 1919, kepala Observatorium Meteorologi dan
Magnetik Kerajaan di Batavia, Willem van Bemmelen, menawarkan Voûte
posisi sementara di institutnya untuk melakukan pengamatan dengan
teleskop institut. Voûte menerima tawaran itu, berharap agar posisinya
dapat berubah menjadi posisi tetap. Pada awal tahun 1920, Voûte mulai
berpikir untuk mendirikan sebuah observatorium yang berdiri terpisah
dengan Institut Meteorologi milik van Bemmelen.

Hendricus
van de Sande Bakhuyzen menggantikan Kaiser sebagai direktur
Observatorium Leiden pada tahun 1872. Ia pensiun pada tahun 1908 dan
kemudian menyumbangkan koleksi buku-bukunya kepada Observatorium
Bosscha. Sumber: Wikipedia.
Apa yang ada di pikiran Voûte pada
waktu itu adalah sebuah observatorium yang terikat dengan
astronom-astronom metropolitan, “negara-negara lain sudah memiliki
institusi serupa di koloni mereka,” tulis Voûte kepada mantan direktur
Observatorium Leiden,
Hendricus van de Sande Bakhuyzen,
yang saat itu sudah pensiun. Voûte juga menulis surat kepada
rekan-rekannya di Akademi Ilmu Pengetahuan Amsterdam, meminta mereka
agar menekan Kementrian Kolonial agar mempertimbangkan penelitian
astronomi di Hindia Belanda. Voûte juga meminta dukungan dari de Sitter
dan Kapteyn, berharap bahwa dukungan dari keduanya dapat mendorong
pemerintah kolonial agar membiayai pembangunan observatorium. Voûte
berargumen bahwa observatorium ini akan memenuhi tidak hanya kebutuhan
ilmu pengetahuan namun juga kebutuhan nasional: Observatorium ini akan
dapat menyeimbangkan dominasi sekaligus melengkapi
observatorium-observatorium di Utara. Perihal manajemen, saat itu Voûte
menawarkan jalan tengah antara kasus
Observatorium Greenwich
dan Tanjung Harapan—dua observatorium yang dikendalikan Angkatan Laut
Inggris namun pada praktiknya independen satu sama lain—dengan kasus
Observatorium
Harvard
dengan Observatorium Arequipa, Peru—di mana Observatorium Peru berada
di bawah kendali Observatorium Harvard. Voûte menawarkan posisi direktur
yang independen namun akan mengikuti program penelitian di Leiden.

Dari
kiri ke kanan: J.G.E.G. Voûte (direktur pertama Observatorium Bosscha),
K.A.R. Bosscha (penyandang dana dan ketua NISV), Ina Voûte (istri Joan
Voûte). Sumber: Koleksi pribadi Bambang Hidayat.
Tawaran Voûte
mengenai hubungan atasan-bawahan antara astronom metropolitan dengan
koloni ini berubah ketika ia mulai menjalin persahabatan dengan dua
orang pengusaha teh dari
Bandung:
Karel Albert Rudolf Bosscha dan Rudolf Albert Kerkhoven. Voûte yakin,
kolaborasinya dengan kedua pengusaha ini akan berbuah dukungan dari
Pemerintah Kolonial dan juga akan mengangkat pamornya di mata
astronom-astronom metropolitan.

Ejnar
Hertzsprung, salah satu pencipta Diagram Hertzsprung-Russell Diagram,
memimpin Observatorium Leiden selama berobatnya de Sitter di Swiss.
Sumber: www.daviddarling.info
Berbekal dukungan Bosscha dan
Kerkhoven, Voûte menulis surat kepada pejabat sementara direktur
Observatorium Leiden (de Sitter sedang berobat karena TBC di Swiss),
Ejnar Hertzsprung,
agar mengangkat Bosscha sebagai perwakilan Observatorium Leiden di
Hindia Belanda dan juga agar Voûte diangkat sebagai direktur
observatorium yang akan dibangun. Voûte juga menuliskan rencananya bahwa
observatorium ini akan dilengkapi dengan teleskop
refraktor
dengan panjang fokus 7 meter dan akan menjadi teleskop yang unik di
belahan Bumi selatan serta yang terbesar di teritori Belanda. Tentunya
ini akan menarik perhatian para astronom metropolitan baik di Leiden
maupun Groningen, dan Bosscha akan membiayai pembangunannya.
Voûte juga meminta dukungan Kapteyn, dan Kapteyn mendukung dengan
antusias. Sebagai seorang astronom tanpa akses teleskop, Kapteyn
memiliki kepentingan terbesar. Ia menekankan pentingnya kerja sama
antara pengamat dengan ahli teori, dan menawarkan agar plat-plat foto
yang akan dihasilkan observatorium baru ini agar diolah di Groningen.
Kapteyn berpendapat bahwa astronom-astronom metropolitan juga harus
bisa menentukan apa-apa yang akan dilakukan di koloni. Ia setuju dengan
keputusan Voute bahwa observatorium Jawa akan berada di bawah kendali
Leiden, namun ia menginginkan adanya pembagian kekuasaan yang lebih
seimbang. Agar “seluruh tanggung jawab yang ada tidak sepenuhnya
dibebankan kepada Observatorium Leiden,” Kapteyn mengusulkan sebuah
komite yang tersusun atas direktur observatorium baru ini, direktur di
Leiden, direktur di Groningen, dan beberapa penyandang dana utama.
Willem de Sitter tidak tertarik dengan usulan pembagian kekuasaan
dengan Groningen ini. Menurutnya, direktur di Jawa akan menyusun sendiri
keputusan-keputusan setempat. Ia juga mengusulkan adanya dewan kurator
yang “berkuasa tidak hanya di atas observatorium Hindia Belanda namun
juga di atas Leiden dan Groningen.” Usulan ini tentunya tidak disetujui
Groningen, namun posisi Leiden yang kuat dalam sistem pendidikan Belanda
membuat de Sitter memiliki otoritas yang lebih kuat di atas yang
institut-institut astronomi lain. Voûte akan mengelola aktivitas harian
observatorium di Hindia Belanda, namun Leiden akan menentukan arah
penelitian.
Voûte berpihak pada Kapteyn melawan de Sitter. Ia mengatakan bahwa
observatorium di Hindia Belanda akan dibangun di atas sebidang tanah di
Lembang di dekat Bandung, Jawa Barat. Observatorium ini akan digunakan
untuk pengamatan dan apa yang diamati akan disepakati bersama-sama
dengan astronom-astronom Belanda. Ia setuju dengan susunan dewan kurator
yang diusulkan Kapteyn. Direktur Lembang akan berkuasa penuh atas
pengelolaan harian observatorium dan akan menyusun jadwal pengamatan
berdasarkan panduan yang disusun dewan kurator. Setengah jadwal
pengamatan akan menjadi jatah astronom-astronom metropolitan, sementara
sisanya adalah hak Direktur Lembang.

Lukisan
Hendrik Antoon Lorentz pada tahun 1916, dilukis oleh Menso Kamerlingh
Onnes, adik kandung fisikawan (dan pemenang Hadiah Nobel) Heike
Kamerlingh Onnes. Sumber: Institut Lorentz, Leiden.
Pada pertengahan tahun 1920 Voûte juga menulis kepada fisikawan ternama
Hendrik Antoon Lorentz,
dalam kapasitasnya sebagai ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Amsterdam,
agar menulis surat dukungan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan
juga surat apresiasi kepada Bosscha. Lorentz mengangkat surat ini dalam
salah satu pertemuan Akademi dan membentuk komisi untuk membicarakan
permintaan Voûte. Komisi ini diketuai oleh Hendricus van de Sande
Bakhuyzen. Dengan segera de Sitter menulis surat kepada van de Sande
Bakhuyzen akan pentingnya Observatorium Lembang menjadi satelit dari
Observatorium Leiden. Lebih lanjut, Hertzsprung juga menawarkan prinsip
pembagian kerja antara Leiden dengan Lembang: “Pengamatan di Hindia dan
analisis di Belanda.” Setelah melalui berbagai perbincangan, Akademi
akhirnya menulis surat kepada Pemerintah Belanda, seraya mendukung
pembangunan observatorium di koloni dan agar memberikan dukungan dan
kerja sama. Apabila Pemerintah Belanda, yang berkuasa atas Gubernur
Jenderal Hindia Belanda, mau memberikan dukungan, maka tak pelak lagi
astronom metropolitan di Leiden dan Groningen akan dapat mengendalikan
salah satu observatorium terbesar di Bumi belahan Selatan. Akan tetapi,
kekuasaan K.A.R. Bosscha sebagai penyandang dana utama tidaklah dapat
diremehkan.

Potret
K.A.R. Bosscha: pengusaha teh, penderma, dan penyandang observatorium
yang kemudian dinamai atas dirinya. Sumber: Tropenmuseum, Amsterdam.
Pada dekade 1920an
Karel Albert Rudolf Bosscha adalah salah satu orang terkaya di Jawa. Ia lahir pada tahun 1865 di Den Haag, Negeri Belanda, dari pasangan fisikawan
Johannes Bosscha, Jr.—kepala
Jurusan Fisika Institut Teknologi Delft—dengan Paulina Emilia
Kerkhoven, putri pengusaha teh di Jawa. Bosscha belajar ilmu teknik di
Delft, dan menjadi anggota perkumpulan astronomi setempat. Bosscha
berangkat ke Hindia Belanda pada tahun 1887 dan mulai bekerja di
perkebunan teh milik keluarga Kerkhoven. Tangan dingin Bosscha dalam
mengelola perusahaan membuatnya diangkat menjadi direktur perusahaan teh
Malabar di
Pangalengan,
Bandung. Pada akhir Perang Dunia I, 1918, kepiawaian K.A.R Bosscha
dalam berdagang dan menanam modal telah membuatnya menjadi salah satu
orang terkaya dan berpengaruh di Jawa. Ia juga adalah salah satu
penderma besar dan telah banyak menyumbangkan sejumlah besar uang kepada
institut-institut ilmiah di Hindia Belanda dan terutama kepada
Technische Hogeschool te Bandoeng (THB—Sekolah Tinggi Teknik Bandung, kemudian menjadi
Institut Teknologi Bandung).
Rudolf Albert Kerkhoven, yang juga adalah sepupu Bosscha, bekerja
bersama-sama Bosscha di Perusahaan Teh Malabar. Kedua-duanya sama-sama
antusias dengan astronomi dan bersama-sama mereka memutuskan untuk
membangun observatorium terbaik di Bumi Selatan. Persahabatan keduanya
dengan Voûte bagaikan takdir surgawi.
Seandainya astronom-astronom Leiden berhasil menggapai kendali atas
pengelolaan Observatorium Lembang, Bosscha sadar ia tak akan bisa
bersaing dalam hal otoritas ilmiah. Meskipun ia adalah orang kaya dan
berpengaruh, ia bukanlah ilmuwan. Oleh karena itu, untuk menetralisirnya
ia menciptakan sebuah perkumpulan yang akan bertindak sebagai bidan dan
pengasuh institusi yang masih dalam kandungan ini. Bosscha mengumpulkan
suri dan orang-orang terpelajar dan membentuk
Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging
(NISV—Perkumpulan Astronom Hindia Belanda). Meskipun bernama demikian,
organisasi ini adalah organisasi yang dibangun dari atas dan bukan
didirikan atas dasar kesamaan hobi anggota-anggotanya. Organisasi ini
dibangun untuk menyalurkan uang bagi pembangunan observatorium.
Keanggotaannya dibagi atas dasar jumlah uang yang disumbangkan: Pendiri
organisasi menyumbang lebih dari 10 000 Gulden. Penyumbang memberikan
uang masuk sebesar 500 Gulden dan iuran anggota 100 Gulden per tahun,
sementara anggota biasa membayar 10 Gulden per tahun. Hingga tahun 1928,
diperkirakan organisasi ini mampu menyumbangkan 1 juta Gulden untuk
dana pendirian dan operasional harian observatorium.
Bosscha kemudian menulis surat kepada Ejnar Hertzsprung untuk
menjelaskan kondisi terkini. NISV telah diisi oleh orang-orang
berpengaruh di Hindia Belanda: Wakil Ketua Dewan Hindia Belanda menjadi
ketua anggota kehormatan; Panglima Angkatan Laut Hindia Belanda,
Laksamana Madya Umbgrove, adalah anggota kehormatan; Komite Pimpinan
Harian terdiri atas pimpinan-pimpinan perusahaan komersial yang
beroperasi di Hindia Belanda (antara lain Bank Jawa, Perusahaan Minyak
Insulinde, dan Perusahaan Dagang Belanda) dan juga rektor THB—yang mana
Bosscha telah menyumbangkan banyak uang; Bosscha sendiri duduk sebagai
ketua NISV dan Kerkhoven menjadi sekretaris. Sebidang tanah di
Lembang—sekitar 15 km ke utara Bandung dan 600 m di atasnya—telah
disumbangkan oleh Ursone bersaudara, pengusaha pemerahan sapi Baroe
Adjak, dan hak kepemilikan tanahnya telah diserahkan kepada NISV.
Bosscha tidak hanya telah memperoleh perkiraaan harga untuk sebuah
teleskop dengan panjang fokus 7 meter, namun juga telah memperoleh
sumbangan buku-buku dari perpustakaan Hendricus van de Sande Bakhuyzen.
Sebagai pengusaha kaya dan dermawan, Bosscha telah menjalankan perannya sebagai seorang
maesenas.
Voûte memperkuat komitmen Bosscha dengan mengusulkan agar observatorium
baru ini dinamakan Observatorium Bosscha. Ia menulis surat kepada
Hertzsprung agar menulis surat dukungan yang nantinya akan
ditandatangani juga oleh ilmuwan-ilmuwan terkemuka di metropolitan. De
Sitter cenderung setuju dengan usulan Voûte, namun baik Kapteyn dan
Hertzsprung tidak setuju. “Tentunya kami sepenuh hati berterima kasih
kepada Tuan K.A.R. Bosscha atas segala yang telah ia lakukan dan ingin
menunjukkan penghargaan kami,” tulis Hertzsprung kepada Voûte. Namun
Bosscha mungkin bukanlah penyandang dana utama, lanjutnya. Akan ada
penyumbang-penyumbang lain yang belum kita ketahui saat ini dan
merekapun juga harus diperhitungkan. Hertzsprung dan Kapteyn lebih
cenderung kepada menamai sebuah instrumen atau bangunan dengan nama
Bosscha. Dugaan ini bisa jadi benar karena sumbangan datang dari segala
arah dan Hertzsprung juga berusaha mengumpulkan uang dari sumber-sumber
dana di Negeri Belanda.
Bosscha dan Voûte kemudian memberikan mandat kepada Observatorium
Leiden untuk mengawasi pembelian instrumen untuk observatorium. Bosscha
meminta saran Hertzsprung mengenai pengadaan teleskop dan juga mengenai
sistem pikul teleskop. Ia berharap untuk dapat memanfaatkan jatuhnya
nilai tukar Mark Jerman pasca Perang Dunia I agar dapat memperoleh
teleskop Jerman berkualitas baik dengan harga murah. Pada awal tahun
1921, Bosscha bersedia membayar sebuah teleskop dengan garis tengah 60
cm dan panjang fokus 10 meter. Teleskop ini kemudian dipesan dari
perusahaan optik ternama Jerman,
Carl Zeiss Jena.

Pembangunan
kubah yang akan berisi teleskop refraktor ganda 60 cm Zeiss. Joan Voûte
mengangkat topinya. Berdiri di sebelahnya adalah K.A.R. Bosscha.
Sumber: Pyenson, 1989.

Anton
Pannekoek, astronom Amsterdam, pendiri institut Astronomi yang modelnya
berdasarkan institut Groningen. Sumber: Institut Anton Pannekoek,
Amsterdam.
Konstruksi Observatorium Bosscha dimulai pada tahun 1923. Pada tahun
1925 program pengamatan sudah dimulai dengan instrumen yang ada.
Carl Zeiss
membutuhkan waktu tujuh tahun untuk membuat dan mengantarkan teleskop
60 cm, yang tiba pada tahun 1928. Voûte berkutat dengan kalibrasi
teleskop besar tersebut selama dua tahun berikutnya hingga ia puas
dengan kerjanya. Semenjak tahun 1923, Voûte mulai mengundang
astronom-astronom Belanda untuk bekerja di Observatoriumnya. Voûte
menawarkan perumahan dan juga uang bulanan sebesar 200 Gulden untuk
makan dan pakaian. Astronom Belanda yang pertama datang ke Lembang
adalah P.G. Meesters, seorang astronom amatir tanpa afiliasi institusi.
Meesters tinggal selama beberapa bulan di tahun 1925, melakukan
pengamatan langit selatan. Berikutnya,
Anton Pannekoek dari Amsterdam, pada akhir tahun yang sama tinggal selama lima bulan untuk
mengamati Galaksi Bima Sakti di langit selatan. Salah satu rumah di kompleks Observatorium Bosscha tempat tinggalnya pengamat tamu kini dinamakan Rumah Pannekoek.
Hubungan yang renggang antara Lembang dengan Leiden, setelah
pertarungan politik yang terjadi, berakibat pada ketiadaan astronom
Leiden yang melakukan pengamatan di sepanjang tahun 1920an. Kedua
institut saling berkirim surat namun nadanya formil dan tanpa kehangatan
antar kolega. Setelah kegagalan mereka mengendalikan Observatorium
Bosscha, astronom-astronom Leiden memusatkan konsentrasi pada penjalinan
kerjasama dengan astronom-astronom Afrika Selatan agar dapat membangun
stasiun pengamatan di selatan.

Paul
ten Bruggencate (kiri) menerima Joan Voûte dan istrinya untuk minum teh
di beranda kediamannya di Observatorium Bosscha. Sumber: Pyenson, 1989.
Setelah kepergian Pannekoek kembali ke Negeri Belanda, astronom Jerman
Paul ten Bruggencate tinggal selama dua tahun, antara tahun 1926–28, untuk mengamati
bintang variabel Delta Cepheid di langit selatan. Hasil pengamatan ten Bruggencate dimuat
di jurnal internasional dan menjadi modal untuk kelanjutan kariernya di Jerman. Pengganti ten Bruggencate, astronom Swedia
Åke Anders Edvard Wallenquist, datang pada tahun 1928, untuk
mengamati gugus galaktik dan menghasilkan
banyak publikasi.
Ia tinggal selama tujuh tahun, hingga 1935, dan menjadi pengamat asing
terlama yang tinggal di Lembang dalam periode antara dua perang dunia.
Wallenquist kembali ke Swedia dan akan menjadi direktur pertama
Observatorium Kvistaberg di kota Uppsala.

Egbert
Kreiken bekerja di Lembang antara tahun 1928--30. Ia akan menjalani
karir dan petualangan luar biasa dalam hidupnya. Sumber: Observatorium
Universitas Ankara, Turkey.
Selanjutnya
Egbert Adriaan Kreiken
datang untuk menjadi pegawai tetap, setelah Voûte memutuskan untuk
menambah jumlah pegawainya. Kreiken mengambil gelar doktornya di
Groningen di bawah bimbingan Kapteyn dan menjadi akademisi yatim piatu
setelah meninggalnya Kapteyn pada tahun 1922. Sementara bekerja sebagai
guru sekolah, pada tahun 1926 ia mulai menjadi
dosen privat
di Universitas Amsterdam dan kemudian pindah bersama-sama istrinya ke
Lembang pada tahun 1928, kemungkinan berkat dukungan Pannekoek yang pada
saat itu sudah memiliki institut astronominya sendiri di Amsterdam.
Kreiken mengamati bintang ganda dan dengan segera menerbitkan
hasil pengamatan dan teori-teorinya.
Akan tetapi, sayangnya, ia tinggal tak lama, karena konfliknya dengan
Voûte. Pada tahun 1930, Voûte mengusir Kreiken dengan cara membuatnya
menerima tawaran untuk mengajar di sebuah HBS (
Hogere Burgerschool—sekolah
setingkat pendidikan menengah) di Jawa Tengah. Kreiken selanjutnya akan
menjalani karir and petualangan dalam kehidupannya: Menjadi staf
Menteri Pendidikan di bawah Presiden Soekarno pada masa pascakemerdekaan
Indonesia, menerima tawaran
UNESCO untuk mengajar mahasiswa di Liberia (dan pergi menuju pos mengajarnya ini dengan mengendarai mobil melalui Sahara dari Eropa), dan memimpin
Observatorium Universitas Ankara di Turki. Meskipun ia berkonflik dengan Voûte, Kreiken-lah yang nantinya akan terbukti
memegang peranan penting dalam memperoleh dana UNESCO untuk pembelian
teleskop baru berjenis Schmidt untuk Observatorium.
Apapun penyebab sejati konflik antara Kreiken dengan Voûte, boleh jadi faktor luar juga berpengaruh. Pada tahun 1930an terjadi
krisis ekonomi besar
dan sebagai dampaknya Observatorium juga mengalami masalah keuangan.
Meninggalnya penyandang dana Voûte, K.A.R. Bosscha, pada tahun 1928,
membuat perkara semakin sulit. Observatorium praktis jatuh di bawah
kendali Angkatan Laut Hindia Belanda yang menyediakan uang tahunan
sebesar 30 000 Gulden, sekitar setengah dari biaya operasional,
sementara setengah lagi datang dari NISV.
Voûte terus memimpin Observatorium Bosscha hingga tahun 1939, ketika
ia pensiun pada usia 60. Putra Willem de Sitter, Aernout, menggantikan
Voûte sebagai direktur, dan membawa Observatorium Bosscha di bawah
kendali Observatorium Leiden. Pada tahun 1942, ketika Jepang menyerbu
Hindia Belanda, Aernout de Sitter dan dua orang pegawainya ditahan di
kamp konsentrasi Jepang dan ketiganya, sedihnya, meninggal di sana.
Observatorium Bosscha beroperasi di bawah kendali Masashi Miyadi,
seorang Kapten muda dari Angkatan Bersenjata Jepang, yang nantinya akan
menjadi direktur Observatorium Tokyo. Di bawah pengelolaan Miyadi, Voûte
tetap melakukan pengamatan 11 000 pasang bintang ganda. Setelah
proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, pada tanggal 8 Oktober
masyarakat sekitar mengusir Voûte dari tanah Observatorium. Sebagian
hasil pengamatan Voûte pada periode penuh gejolak ini
pada akhirnya diterbitkan 10 tahun kemudian di
Journal des Observateurs yang berbasis di Marseille, Perancis.
Kita bisa belajar banyak dari kiprah Joan Voûte, seorang insinyur
teknik sipil yang menjadi astronom. Tanpa gelar doktor, Voûte membangun
visinya dan menunjukkan bahwa dorongan untuk mempelajari alam mampu
mendobrak dominasi politik baik dari penjajah Asia maupun akademisi
Eropa. Menolak didominasi astronom metropolitan dan menggandeng maesenas
setempat, Voûte mengisi Observatoriumnya dengan tenaga internasional
dan mengerjakan penelitian independen, berdiri sama tinggi dengan
akademisi metropolitan. Pada tahun 1929, Anton Pannoekoek berharap bahwa
Observatorium Bosscha dapat terus menjadi kolega bagi astronom-astronom
Eropa dan Amerika:
“The legacy has been left to the (Bosscha) Observatory
destined to extend hospitality as `research associates’ to astronomers
from Europa and America…”
seraya berharap bahwa Observatorium Bosscha akan terus berkembang menjadi pusat penelitian yang penting:
“…the Bosscha Observatory bids fair to develop into an important centre of scientific research…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar